KASUS KORUPSI E-KTP : Cerminan Kegagalan Sistemik dalam Pengelolaan Negara

Election, Headline, Opini6,750 views
Bagikan

OKEYBOZ.COM, OPINI — Kasus korupsi proyek e-KTP merupakan salah satu skandal terbesar yang mengguncang Indonesia, baik dari segi kerugian negara maupun dampak terhadap kepercayaan publik. Program ini awalnya dirancang untuk memperbaiki sistem administrasi kependudukan di Indonesia, dengan mengintegrasikan data pribadi setiap warga negara dalam satu kartu elektronik. Sayangnya, proyek besar ini justru menjadi ladang korupsi yang melibatkan banyak pejabat tinggi dan oknum terkait.

Kerugian Negara dan Pelaku Utama

Kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp 2,3 triliun dari total anggaran proyek sebesar Rp 5,9 triliun. Skema korupsi dalam proyek ini melibatkan pejabat pemerintahan, anggota DPR, dan beberapa pengusaha.

Salah satu tokoh sentral dalam kasus ini adalah Setya Novanto, mantan Ketua DPR, yang divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara. Namun, bagi sebagian besar masyarakat, hukuman tersebut tidak setimpal dengan skala korupsi yang terjadi.

Kepercayaan Publik dan Sistem Hukum

Kasus e-KTP ini menimbulkan luka dalam bagi masyarakat Indonesia yang berharap banyak pada sistem administrasi modern yang transparan dan efektif. Kepercayaan publik terhadap pemerintah merosot tajam, terutama karena keterlibatan para elite politik yang seharusnya menjadi wakil rakyat.

Kekecewaan terhadap sistem hukum juga tidak terelakkan, di mana proses hukum terhadap pelaku dianggap lamban dan hukuman yang dijatuhkan tidak memadai. Hukuman 15 tahun untuk Setya Novanto, misalnya, dianggap ringan mengingat besarnya kerugian negara dan dampak sistemik dari korupsi tersebut.

Pro-Kontra Hukuman Mati bagi Koruptor

Salah satu isu yang muncul dari kasus ini adalah perdebatan tentang perlunya hukuman mati bagi para koruptor. Sebagian masyarakat mendukung hukuman mati untuk kasus korupsi besar, seperti kasus e-KTP, karena dampaknya yang luar biasa terhadap negara dan rakyat. Korupsi yang sistematis dan terorganisir dianggap sebagai kejahatan luar biasa yang layak mendapat hukuman berat, termasuk hukuman mati.

Namun, ada juga yang menentang gagasan ini, berargumen bahwa hukuman mati tidak menjamin akan menghilangkan korupsi dan justru berpotensi disalahgunakan dalam sistem hukum yang masih memiliki banyak kekurangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *