Penulis: Rais Syaifullah dan fajar Rifki (Mahasiswa Sosiologi Fisip Ubb)
Zaman terus berubah waktu ke waktu tetapi tetap tidak merubah keniscayaan penting dan berharganya perempuan dalam khidupan sosial, kendati begitu realitanya hingga hari ini kita masih menemukan kekerasan terhadap perempuan di ruang publik , termasuk kekerasan dalam unit penting seperti rumah tangga. perempuan dianggap lemah fisik dan kekuatan sosial lalu menjadi sarana pelampiasan emosional kemarahan tak kala terjadi pertengkaran,
Secara alamiah kita akan memperlakukan dengan baik kepemilikan atas sesuatu yang kita anggap bernilai minsalnya dengan menjaga,merawat atau memperlakukan dengan baik objek tersebut, sebaliknya kita akan merasa abai terhadap sesuatu yang tidak bernilai dan semena mena atas barangyang kita anggap tidak bernilai, untuk itu perlakuan terhadap perempuan juga bergantung bagaimana perempuan dimaknai, bernilai dan tidak bernilai, berguna dan tidak berguna pemaknaan insan perempuan harus menjadi konsep awal dan menentukan bagaimana ia akan diperlakukan, menjawab itu diksi dan narasi khusus dipertegas dengan baik dalam literatur agama dalam hal ini islam bagaimana mulia dan berharganya perempuan, tak cukup dengan itu diksi dan narasinya juga mengarahkan ke dalam pembelaan,rewards dari sisi perempuan atau keluarga yang mengurusinya dan peran istimewa yang tidak dapat di miliki oleh laki laki terhadap perempuan yang mengindikasikan berharganya perempuan
Berkaca dari sejarah pra-islam minsalanya oleh orang arab, jangankan untuk berkembang menjadi dewasa, anak perempuan yang baru lahir di zaman sebelum islam oleh orang arab lumrah untuk dikubur hidup hidup tanpa kesalahan lantaran mengetahui bahwa anak mereka yang lahir adalah seorang perempuan yang mereka anggap sebagai aib atau sebab malu, ini juga diabadikan dalam QS. An-Nahl yakni:
وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ . يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ
“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)?. Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (QS. An-Nahl [16]: 58).
Kemudian perempuan dalam keluarga dapat diwarisi oleh orang Arab pra-islam dengan memberikan hak atas seorang anak untuk mewarisi istri ayahnya Sementara itu perempuan tidak boleh mendapatkan hak waris dan kepemilikan harta benda dalam keluarga. Ketika lahir saja menjadi aib dan rasa malu apalagi dalam khidupan, perempuan sulit mendapatkan hak dan kehormatanya karena berada dalam tingkatan terendah dalam struktur sosial dimasa itu,
tidak ada pembelaan bagi perempuan jika di perlakukan brutal, dan tidak ada rewards dan rasa hormat mana kala ia hidup sebagai perempuan ,Kondisi seperti ini bukan hanya terjadi di arab dahulu saja melainkan juga banyak terjadi Persia, Hidia dan negeri-negeri lainnya.