Paparan di atas, dapat juga dijadikan masukan terhadap Pemerintah untuk memperhatikan lagi keberadaan karya sastra baik lama maupun baru, untuk dapat dimasukkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia, namun tidak hanya satu, mungkin bisa lebih dari satu. Agar manfaat-manfaat positif dari karya sastra tersebut dapat dipetik oleh siswa untuk dijadikan pembelajaran.
Pada soal Ujian Nasional maupun Ujian Akhir Sekolah bahasa Indonesia, juga masih terdapat karya sastra, walaupun juga didominasi oleh teks. Namun, kesalahan fatal siswa saat ini adalah malas untuk membaca teks, sehingga hal tersebut berpengaruh terhadap hasil yang didapatkan dalam Ujian.
Kalau dapat berimbang antara karya sastra dan teks di dalam soal, bisa mendukung siswa untuk tidak lagi malas membaca. Karena jarang soal karya sastra yang sangat panjang. Sehingga, siswa dapat lebih mudah menjawab soal tersebut.
Jadi, siapa lagi yang akan menghargai karya sastra jika bukan diri kita. Karya sastra diciptakan untuk dipetik nilai-nilai positifnya, bukan untuk dicontoh yang tidak baiknya. Selain itu sastra juga memiliki beberapa manfaat, seperti untuk hiburan serta pengalaman. Menghadirkan karya sastra dalam materi pembelajaran, dapat dikategorikan sebagai pengapresiasi terhadap pencipta karya tersebut. Keberadaan karya sastra saat ini menjadi penentu keberadaan karya sastra dimasa yang akan datang.
Bahasa Indonesia tanpa karya sastra, atau hanya sedikit sastra masih terasa belum lengkap. Karena biasanya bahasas Indonesia selalu identik dengan karya-karya yang menghadirkan pencitpta sastra untuk suguhan terhadap penikmat sastra itu sendiri.(/*)