“Para pelatih dan atlet di daerah, bukan hanya di Kabupaten Belitung Timur bahkan yang di Pulau Jawa yang menjadi barometer kemajuan olahraga tanah air sekalipun, masih asing dengan sport science,” ungkap Jajat saat menjadi narasumber Bimbingan Teknis Pemanduan Bakat Calon Atlet Berprestasi di Ruang Kebugaran KONI Beltim Komplek Perkantoran Pemerintah Terpadu, Manggar, Rabu (4/11/20).
Dosen spesialis Fisiologi dan Biomekanika Olahraga Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan itu menekankan penerapan sport science bisa dilakukan dengan cara-cara sederhana, tidak perlu mengandalkan laboratorium atau pun tehnologi tinggi.
“Tidak usah mikir terlalu tinggi tentang sport science, harus masuk lab atau sebagainya. Hal sederhana bisa bisa dilakukan seperti di luar atau di lapangan, yang penting pelatih harus terus upgrade ilmunya,” kata Jajat.
Sementara itu Dosen spesialis Kepelatihan UPI Bandung Iman Imanudin menekankan untuk membuat atet yang berprestasi minimal ada dua syarat yang harus dipenuhi, yakni atlet harus punya bakat dan pelatih yang kompeten.
“Jangan berharap memiliki prestasi olahraga tinggi kalau salah satunya tidak terpenuhi. Bahan dan pembuat harus punya kualitas yang bagus,” kata Iman.
Diakuinya hingga kini di Indonesia pun belum pernah ada organisasi olahraga, pengurus besar, Pengurus Provinsi hingga Pengurus Kabupaten yang melakukan identifikasi bakat secara khusus.
“Yang menjadi atlet selama ini hanya yang alami, rajin latihan dan kebetulan ketemu dengan pelatih yang bagus. Jadi dasarnya kita tudak tahu apakah atlet tersebut benar-benar ada bakat atau tidak,” ungkap Iman.
Untuk itu agar pemanduan bakat di Kabupaten Beltim dapat berjalan baik KONI Beltim harus melakukan identifikasi bakat sejak usia dini. Mengingat proses pembinaan yang baik minimal 8 – 12 tahun.
“Makanya dituntut seorang pelatih yang memahami kebutuhan atlet, baik itu dosis latihan, istirahatnya serta gizinya. Selama itu belum terpenuhi jangan harap atletnya bisa berperestasi,” ujar Iman (*/ob)