RUU PKS : Urgensi dan Miskonsepsi

Berita, Headline, Lokal, News4,050 views
Bagikan

Secara lebih eksplisit materi tentang kekerasan seksual juga diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga pada Pasal 8, Pasal 47, dan Pasal 48. Dalam Pasal 8 undang-undang tersebut, hanya terdapat 1 jenis kekerasan seksual, yaitu pemaksaan hubungan seksual. Demikian pula dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Pasal 1 angka 8, yang hanya mengatur mengenai eksploitasi seksual. Dengan demikian jelaslah bahwa dari sisi yuridis normatif, KUHP maupun undang-undang yang telah ada belum seluruhnya dapat mengakomodasi 15 jenis kekerasan seksual yang terjadi dalam masyarakat.

Komnas Perempuan mengidentifikasi 15 jenis kekerasan seksual dalam bergam konteks, yaitu: 1) Perkosaan; 2) Pelecehan seksual; 3) Eksploitasi seksual; 4) Penyiksaan seksual; 5) Perbudakan seksual; 6) Intimidasi, ancaman dan percobaan perkosaan; 7) Prostitusi paksa; 8) Pemaksaan kehamilan; 9) Pemaksaan aborsi; 10) Pemaksaan perkawinan; 11) Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual; 12) Kontrol seksual seperti pemaksaan busana dan diskriminasi perempuan lewat aturan; 13) Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual; 14) Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan perempuan; dan 15) Pemaksaan Sterilisasi/Kontrasepsi.

Dari 15 jenis kekerasan seksual, ada 9 jenis yang dikategorisasikan sebagai tindak pidana dalam RUU PKS, yakni:  pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan,  pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan penyiksaan seksual.

Dalam Pasal 4 RUU PKS disebutkan ruang lingkup penghapusan kekerasan seksual meliputi: pencegahan, penanganan, perlindungan, pemulihan korban, dan penindakan pelaku.  RUU PKS juga mengakomodasi hak-hak korban, sebagaimana tertulis dalam Pasal 22 ayat (1), hak korban meliputi: hak atas penanganan, ha katas perlindungan, dan ha katas pemulihan. Maka dapat terlihat bahwa rancangan undang-undang ini berpihak pada korban.

Namun dalam perjalanannya Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual ini mendapat berbagai hambatan. Sejumlah pihak yang menolak RUU PKS berpandangan bahwa RUU ini tidak sesuai dengan norma agama dan Pancasila. Adanya pandangan bahwasanya RUU PKS mengafirmasi perilaku LGBT, memberi celah pada pelaku zina dan seks bebas, dan disebut melegalkan aborsi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *