“Kemudian untuk PT. Timah, pembinaan dan pengawasannya itu dibawah Kementerian ESDM, sehingga Dinas ESDM kita memang tidak pernah diberitahukan atau diinformasikan untuk dilakukan sosialisasi itu,” ungkapnya.
“Dari sisi lingkungan hidup, Amdal itu dikeluarkan oleh gubernur, di dokumen Amdal itu ada kesepakatan yang harus disepakati oleh pihak pengusul untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang terdampak, salah satunya adalah bagaimana antisipasi jika terjadi dampak sosial dari aktivitas tersebut,” tambah Amri.
Walaupun PT. Timah dan mitranya memiliki legalitas untuk melakukan pertambangan, namun secara perspektif lingkungan, dikatakan dia, PT. Timah dan mitranya wajib melakukan sosialisasi kepada masyarakat dalam hal menyampaikan antisipasi dampak sosial yang ditimbulkan.
“Maka kesimpulannya, kami bersama Pak Wakil Gubernur bersepakat akan mengundang PT. Timah dan Polda khususnya yang menjaga kegiatan pertambangan tersebut untuk berbicara bersama mengenai aspirasi yang disampaikan nelayan ini,” terangnya.
“Kemudian dalam rapat RDP tadi memutuskan agar Pak Wakil Gubernur segera mengirim surat kepada PT. Timah untuk melakukan pemberhentian (aktivitas KIP-red) sementara sambil menunggu hasil kesepakatan dengan PT. Timah untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang terdampak ini,” pungkasnya (Ode)