Anggota Fraksi Golkar DPR RI Soroti Kepmenkes Covid-19

Berita, Headline, Lokal, News4,411 views
Bagikan

“Sekarang yang jadi masalah adalah “kecepatan mengetahui hasil testing” itu sendiri. Di banyak daerah masih terkendala soal ketersediaan mesin test PCR dan kapasitas mesin yang ada tidak bisa menghandle jumlah sample testing yang begitu banyak. Misalkan di Kabupaten Bangka, Dinas Kesehatan Bangka mengeluhkan lamanya hasil tes PCR yang dikirimkan ke Lab RSUD Provinsi.

Hasil test PCR diterima mereka selalu diatas 3 hari dari sampel dikirim, bahkan pernah sampai telat 10 hari,” ungkapnya.
Bambang menegaskan, hasil test PCR yang lambat diterima akan berimplikasi pada kegiatan traking (Tracing) yang lebih melebar karena penderita Covid tersebut tanpa disadarinya mungkin sudah melakukan kontak langsung dengan orang lain yang lebih banyak.

Situasi akan lebih buruk jika pihak yg seharusnya melakukan Tracing namun tidak tanggap dan tidak cepat melakukannya.

“Contoh pada salah satu kasus yang ada di Pulau Bangka yang masuk di media massa, penderita Covid 19 memprotes karena beberapa hari setelah dirinya terkonfirmasi positif Covid 19 tidak ada petugas dari kabupaten yang datang mendata dan melakukan tracing pada orang-orang yang melakukan kontak langsung dengan dirinya,” ulas Bambang yang biasa disapa BPJ.

Padahal, seharusnya orang yang terkonfirmasi Covid 19 sedini mungkin untuk segera diberikan tindakan pengobatan (Treatment) dengan memberikan vitamin vitamin dan obat obatan yang diperlukan berdasarkan kondisinya masing masing.

Tidak hanya itu, Orang Tanpa Gejala (OTG) atau penderita dengan dampak ringan pun saat ini disarankan pemerintah untuk melakukan isolasi mandiri. Dan setelah dicermati, kegiatan isolasi mandiri ini ternyata menjadi salah satu problem baru.

“Kedisiplinan, kewaspadaan dan pemahaman kesehatan orang yang melakukan isolasi mandiri tentu tidak akan sama, bisa berbeda beda.

Jika tidak terpantau, tidak terdata dan tidak teredukasi dengan baik. Isolasi mandiri yang dilakukan penderita Covid malah dapat menjadi penyebaran kluster keluarga dan kluster tempat kerja. Hal ini banyak terjadi di Jakarta dan beberapa daerah lainnya,” terangnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *