Dorong Kemudahan Investasi, Pemerintah Pusat Percepat Perbaikan Pelayanan Publik

Berita, Headline, Lokal, News3,436 views
Bagikan

Mailinda Eka Yuniza, Akademisi dari Universitas Padjajaran mengemukakan, Pasal 174 UU Cipta Kerja yang bunyinya, ‘Dengan berlakukanya undang-undang ini, kewenangan menteri, kepala lembaga, atau pemerintah daerah yang telah ditetapkan dalam undang-undang untuk menjalankan atau membentuk peraturan perundang-undangan harus dimaknai sebagai pelaksanaan kewenangan presiden“, menurutnya harus disertai dengan penjelasan, sehingga nantinya tidak menimbulkan kekhawatiran tentang eksistensi desentralisasi.

Lebih lanjut dikatakannya, status quo tata kelola pemerintahan sebagai implikasi lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja meliputi empat garis besar perubahan ketentuan dalam Klaster Administrasi Pemerintahan pada UU Cipta Kerja.

“Empat garis besar perubahan tersebut diantaranya, kewenangan, diskresi, fiktif positif dan obligasi/sukuk. Pada aspek kewenangan dapat kita lihat keinginan pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan obesitas regulasi, karena banyaknya aturan-aturan yang tumpang tindih,“ ujar Mailinda Eka Yuniza dalam paparannya.

Sedangkan diskresi menurutnya juga tidak perlu lagi menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan sebagaimana disebutkan dalam undang-undang No 30 tahun 2014 pasal 24, karena pada UU No 11 Tahun 2020 pada pasal 24 tentang ketentuan maupun syarat pejabat pemerintah yang menggunakan diskresi tidak lagi disebutkan demikian.

Sementara itu, Direktur Dekonsentrasi Tugas Pembantuan dan Kerjasama Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri, Dr. Prabawa Eka Soesanta meyebutkan bahwa, regulasi pasca UU Cipta Kerja di pemerintah pusat ada pada undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden dan peraturan menteri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *