Sebelumnya, dalam arahan Presiden Joko Widodo yang disampaikan secara daring, menegaskan bahwa tidak akan ada toleransi bagi penyelenggara pelayanan publik yang lambat dan berbelit-belit.
“Tidak ada tempat bagi pelayanan yang tidak ramah dan tidak responsif. Karena itu, jangan pernah merasa cukup dengan apa yang telah dikerjakan, karena situasi terus berubah. Penyelenggara pelayanan publik tidak bisa lagi bekerja biasa-biasa saja. Harus segera mengubah cara berpikir,” ungkap Presiden.
Presiden juga menyampaikan, penilaian kepatuhan perlu dilakukan untuk melihat kemampuan, melihat keberhasilan, dan melihat kekurangan dalam proses pengembangan lembaga pelayanan publik agar semakin efektif, akuntabel, dan transparan.
“Saya mengapresiasi upaya Ombudsman Republik Indonesia untuk melakukan penilaian kepatuhan dalam meningkatkan pemenuhan hak masyarakat di dalam memperoleh pelayanan publik yang berkualitas,” ujarnya.
Presiden menekankan, kementerian, lembaga dan pemerintah daerah harus memanfaatkan kegiatan ini untuk mengimplementasikan standar pelayanan publik yang lebih baik, menciptakan sistem pengawasan, dan evaluasi yang berintegritas. Hal ini dilakukan agar dampak penerapannya dapat dirasakan oleh masyarakat.
Sementara itu,dalam laporan Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih, Penilaian Kepatuhan Standar Pelayanan Publik dilaksanakan sejak tahun 2015 sebagai upaya percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik. Periode pengambilan data penilaian Kepatuhan dimulai dari bulan Juni sampai Oktober 2021. Pengambilan data kementerian dan lembaga dilakukan oleh kantor pusat, sedangkan pengambilan data pemerintah provinsi, pemerintah kota, pemerintah kabupaten, dan instansi vertikal dilakukan oleh kantor-kantor perwakilan Ombudsman.
“Penilaian dilakukan dengan tujuan untuk perbaikan dan penyempurnaan kebijakan pelayanan publik dalam rangka mencegah maladministrasi,” ujarnya.
Untuk lingkup pemerintah provinsi, produk yang dinilai sebanyak 151 produk. Hasil penilaian kepatuhan untuk pemerintah provinsi, menunjukkan sebanyak 38.24% atau 13 provinsi berada dalam zona hijau atau predikat kepatuhan tinggi, 55.88%, atau sebanyak 19 provinsi berada dalam zona kuning, atau predikat kepatuhan sedang. Sementara, 5.88% atau 2 provinsi berada dalam zona merah atau predikat kepatuhan rendah. Dari hasil tersebut dapat dikatakan, lebih dari 50% provinsi di Indonesia berada pada zonasi kuning.