Sementara PPAT bertugas dan mempunyai wewenang menuangkan kesepakatan tersebut pada akta dan tidak berhak mengintervensi apa yang menjadi kesepakatan para pihak selama hal tersebut tidak melanggar ketentuan perundang-undangan.
“Pernyataan tersebut tidak berdasar dan sangat melukai kami sebagai mitra Pemerintah Kota Pangkalpinang dalam membantu dalam menggali Penghasilan Asli Daerah (PAD) khususnya dari BPHTB peralihan hak,”beber Hendra di kantor Notaris Pinkie Zabila, di jalan Kampung Melayu, Kelurahan Bukit Merapin.
Begitu juga soal honorarium jasa notaris dan PPAT, yang lanjut Hendra, telah
diatur undang-Undang nomor 30 tahun 2004 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris dan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional Nomor 33 Tahun 2021 tentang Uang Jasa Pejabat Pembuat Akta Tanah.
“Jadi asumsi ketua DPRD mengenai biaya transaksional yang tinggi misalkan biaya Notaris yang tidak ada standarisasi itu keliru dan mencerminkan bahwa bapak (Abang Hertza,red) tidak membaca peraturan tersebut di atas dengan seksama,” tegas Hendra yang pada kesempatan itu didamping Sekretaris Pinkie Zabila.
Bagi Hendra, pernyataan tersebut seolah menyebut seluruh Notaris di kota Pangkalpinang melakukan praktek sebagaimana disebutkan Abang Hertza.