Ayo Berhenti Infaq di Masjid

Election, Headline, Opini, Umum3,254 views
Bagikan

Bila menelisik jauh ke peradaban Islam, pembangunan masjid yang bermegah-megah mulai dilakukan oleh dinasti Umayyah. Hal itu dilakukan karena mencontoh bangunan-bangunan megah hasil dari peradaban Romawi dan Persia.

Usaha ini dilakukan untuk menunjukkan keagungan melalui gaya hidup mewah dari kaisar-kaisar Romawi dan Persia. Bila menilik zaman nabi dan dan Khulafaur Rasyidin, semua menunjukkan sikap menjauh dari kemewahan, yang menjadi prioritas adalah bagaimana “mensejahterakan umat”.

Kemegahan selayaknya adalah hasil ikutan dari masyarakat yang sejahtera. Bukan mengorbabkan kesejahteraan masyarakat demi kemegahan.

Seumpama pengemis yang menggunakan jas mewah dalam kesehariannya. Tidak berfaedah. Lebih baik menjual jas tersebut demi modal hidup yang lebih baik. Satu fakta yang harus kita jujur, bahwa ekonomi adalah pilar utama untuk kesejahteraan masyarakat.

Mari kita memeras sari dari tulisan ini. Rekonstruksi pemikiran yang harus terjadi adalah kita tidak lagi memandang masjid hanya sebagai bangunan megah yang dijadikan rumah ibadah tetapi lebih dari itu.

Masjid adalah pusat dari pergerakan masyarakat. Sebagaimana era nabi Muhammad SAW dan Khulafaur Rasyidin, pembahasan tentang kesejahteraan umat Islam banyak dibahas di dalam masjid. Sejalan dengan ungkapan “pengemis yang menggunakan jas”, masjid-masjid yang memiliki gelontoran dana umat Islam sudah selayaknya dikelola demi kesejahteraan umat disekitarnya dibandingkan meninggikan kubah masjid.

Sederhananya, sebuah koperasi yang berporos di masjid harus digiatkan. Koperasi yang berasal dari sumbangan umat, dekelola untuk kepentingan umat demi mencapai masyarakat yang Ummah.

Sebagaimana Kejadian yang diceritakan oleh Ali Syari’ati, kemapanan umat Islam tidak muncul karena takdir Allah semata tetapi ada ikhtiar guna mencapai takdir tersebut. Bayangkan bila di setiap desa di Bangka Belitung telah mampu mengelola koperasi yang berbasis di masjid ini, setiap Jumat kita tidak hanya mendengar dana masjid telah dihabiskan untuk membeli barang ini itu tetapi kita akan mendengar bahwa masjid kita telah membantu usaha si fulan dan si fulan, berdonasi untuk ini itu, bahkan kita akan bisa mendengar bahwa dana masjid telah berhasil menyekolahkan pemuda-pemuda desa sampai ke luar negeri.

Pemuda-pemuda yang disekolahkan dari masjid untuk kembali memakmurkan masjid dan masyarakat di sekitarnya.

Tentu masalah utama dari giat mulia ini adalah ketersediaan SDM (Sumber Daya Muslim) yang mampu mengelola dana masjid. Bila masalahnya berada di titik ini, maka langkah kongkrit yang mampu dilakukan adalah gunakanlah dana masjid atau dari manapun untuk mengirim pemuda-pemuda yang memiliki semangat untuk belajar mengelola sebuah koperasi. Ini adalah investasi yang sangat mulia, mencerdaskan pemuda-pemuda dari masjid untuk kembali ke masjid dan masyarakat.

Tetapi bila masalahnya adalah ketakutan karena dana masjid adalah hal yang sensitif dan takut terjadi penyelewengan, maka jelas sudah hal ini membuktikan bahwa lemahnya Islam bukan berasal dari faktor luar tetapi dari umat Islam itu sendiri karena tidak ada lagi kepercayaan dan niat “lillah” antar sesama kita sebagai muslim.

Sebagaimana judul tulisan ini, “Ayo Berhenti Infaq Di Masjid Bangka Belitung”, mungkin sudah seharusnya dilakukan bila masjid yang megah tidak membawa dampak kesejahteraan kepada masyarakat disekitarnya.

Bila masjid yang megah masih memiliki orang-orang yang kelaparan di sekitarnya. Karena kesejahteraan orang-orang Islam-lah yang akan membawa kekuatan dan semangat Islam bukan kubah masjid yang besar atau tiang masjid yang tinggi. (**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *