Penulis : Luriyanjaya.
OKEYBOZ.COM, BANGKA TENGAH — Tumpang tindih dan konflik tenurial/okupasi di dalam kawasan hutan seharusnya menjadi salah satu
persoalan isu strategis Bangka Belitung dalam kegiatan Review/Revisi RTRWP nomor 2 tahun 2014
tahun 2022/2023.
Porsi alokasi pola ruang di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung terdiri dari kawasan Areal Penggunaan
Lain [APL] sebesar 60 persen dan porsi luas kawasan hutan tetap sebesar 40 persen terbagi menjadi
alokasi peruntukan fungsi kawasan hutan lindung, hutan produksi tetap [HP] dan konservasi.
Berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku menyatakan bahwa usulan perubahan
peruntukan kawasan hutan dapat dialihfungsikan statusnya sebagai Areal Penggunaan Lain [APL] dalam
rangka peninjauan kembali RTRWP di wilayah setiap Propinsi dapat dilakukan apabila melebihi 30
persen kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan/lahan, namun ada pengecualian apabila
terdapat kepentingan pemerintah/daerah di dalam kawasan hutan dapat diusulkan perubahan
peruntukan tanpa melihat kriteria penatagunaan fungsi pokok hutan, kecukupan luas kawasan hutan
dan penutupan hutan/lahan kecuali ditentukan sebaliknya terkait terdapat kepentingan masyarakat non
berusaha didalam kawasan hutan ditentukan kriteria dan standar yang sangat ketat untuk dapat
dilakukan usulan perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi non hutan skala desa [kawasan
perdesaan] setidaknya, harus memenuhi kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan melebihi
30 persen serta harus menguasai lahan melebihi 20 tahun lebih untuk dapat diterima usulan perubahan
peruntukan kawasan hutan menjadi kawasan perdesaan.
Apabila tidak memenuhi salah satu dari
kriteria dan standar tersebut maka konsekuensinya dapat direkomendasikan pemanfaatan peruntukan
akses perhutanan sosial [PS] meskipun dari awal mulanya pengukuhan kawasan hutan tidak memenuhi
kriteria dan standar yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia serta meskipun kepentingan dan kecenderungan masyarakat beraktifitas sejak
awal dan didukung dengan budaya hukum masyarakat sekitarnya yang berkarakter agraris di sektor
pertanian dan perkebunan non hutan, namun juga menurut ketentuan pemerintah tetap akan
dipertahankan statusnya sebagai hutan tetap.
Oleh karena ketentuan demikian, Propinsi Kepulauan
Bangka Belitung perlu menentukan langkah-langkah strategis untuk tidak merugikan kepentingan
investasi melalui penataan kawasan hutan dalam rangka pengukuhan kawasan hutan dan dapat
mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan/lahan tanpa harus
mengkorbankan hak atas ruang bagi kepentingan masyarakat desa sesuai dengan amanah UUPA dan
TAP MPR nomor IX/2001 memaksimalkan ruang berfungsi sosial.
Penataan kawasan hutan dalam rangka pengukuhan kawasan hutan di Bangka Belitung telah menjadi
salah satu isu strategis yang sangat krusial dikedepankan solusinya dalam kegiatan penyelenggaraan
penataan ruang.
Bertepatan dengan adanya pelaksanaan kegiatan Review/Revisi RTRWD/P se Bangka
Belitung secara resmi dibuka pada awal bulan Agustus 2022 ini semestinya, BABEL lebih pokus pada
penataan kawasan hutan dalam rangka pengukuhan kawasan hutan untuk memperjelas status, fungsi,