ketidaksesuaian tersebut.
Contoh kasus dicabutnya perizinan IUPHHK-HTI PT.BANGKANESIA disebabkan salah satu faktor
utamanya adalah tidak adanya dukungan masyarakat dengan melakukan aksi penolakan terhadap
penunjukan kawasan hutan sejak tahun 2006 dan penolakan terhadap keberadaan perusahaan sejak
2009 hingga kini, begitu juga penolakan masyarakat terhadap keberadaan pemegang perizinan lainnya
didalam areal kerja perizinan pemanfaatan kawasan hutan di Bangka Tengah sehingga konflik tenurial
menjadi faktor utama kegagalan pemanfaatan kawasan hutan termasuk kawasan hutan akses
perhutanan sosial [PS, terdiri dari HTR,HKm,HD dan kemitraan kehutanan] juga tidak mendapat
dukungan sepenuhnya dari masyarakat terdampak pengukuhan kawasan hutan dan penatagunaan
pemanfaatan kawasan hutan.
Hal demikian ditemukan fakta-fakta lapangan oleh komisi III DPRD
Propinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2021 di areal kerja pemanfaatan kawasan hutan, seperti
yang terjadi di areal kerja salah satu pemegang perizinan IUPHHK HTI yang beralamatkan di desa Lampur
Kabupaten Bangka Tengah terjadi penolakan dari masyarakat terdampak sehingga hanya mampu
memanfaatkan kawasan hutan berkisar kurang lebih 04 hektar dari keseluruhan luas 26 rbuan hektar
perizinan IUPHHK-HTI, [sumber berita online okeyboz.com 2021 07/07, Komisi iii DPRD BABEL: Izin PT.
Agrindo Persada Lestari perlu ditinjau kembali oleh kementerian karena sebelumnya telah terdapat
masjid, sekolah, jalan, pemakaman dan kebun masyarakat].
Berkaitan dengan review/revisi RTRWD/P di BABEL tahun 2022/2023, maka peluang usulan perubahan
peruntukan kawasan hutan negara yang dicadangkan untuk akses pemanfataan hutan melalui
perhutanan sosial [HTR/HKm/HD] yang tidak produktif selain tidak didukung kondisi fisiknya juga
masyarakat dan tidak terdapat okupasi/tenurial di dalam kawasan non hutan dan fungsi kawasan hutan
dan termasuk usulan penunjukan kawasan hutan terutama di lahan terbuka [eks penambangan ilegal di
Propinsi Kepulauan Bangka Belitung cukup terbuka lebar [ditunjuk] sebagai kawasan hutan merupakan
salah satu strategi untuk memenuhi kecukupan luas penutupan hutan dengan konsekuensinya
budgeting yang cukup besar selain didukung tumbuh-hidupnya secara alami berupa rumput/semaksemak
diatas lahan/hutan non produktif.
Berdasarkan data dan informasi terdapat luas kawasan hutan
BABEL berkisar 40,3 persen yang berarti telah melebihi kecukupan luas kawasan hutan minimal 30
persen tidak dapat diusulkan perubahan peruntukan kawasan hutan sehingga menjadi modal utama
Propinsi Kepulauan Bangka Belitung melakukan upaya penataan kawasan hutan dalam rangka
mendapatkan hasil pengukuhan kawasan hutan yang berkualitas, objektif dan akuntabel dengan
melibatkan partisipasi masyarakat terdampak kebijakan dengan tujuan utama dapat diterima oleh
masyarakat BABEL sesuai dengan amanah keputusan MK nomor 45 tahun 2011 untuk menjamin adanya
pengakuan masyarakat terhadap hasil pengukuhan kawasan hutan dan penatagunaan kawasan hutan
sesuai dengan fungsi pokoknya dengan melakukan Peninjauan Kembali [REVIEW] keputusan keputusan
yang telah diterbitkan KLHK.
Koba, 10 November 2022