Untuk Bangka Belitung Lebih Kondusif Dalam Pembangunan

Election, Headline, Opini, Umum2,735 views
Bagikan

ketidaksesuaian tersebut.

 

 

Contoh kasus dicabutnya perizinan IUPHHK-HTI PT.BANGKANESIA disebabkan salah satu faktor

utamanya adalah tidak adanya dukungan masyarakat dengan melakukan aksi penolakan terhadap

penunjukan kawasan hutan sejak tahun 2006 dan penolakan terhadap keberadaan perusahaan sejak

2009 hingga kini, begitu juga penolakan masyarakat terhadap keberadaan pemegang perizinan lainnya

didalam areal kerja perizinan pemanfaatan kawasan hutan di Bangka Tengah sehingga konflik tenurial

menjadi faktor utama kegagalan pemanfaatan kawasan hutan termasuk kawasan hutan akses

perhutanan sosial [PS, terdiri dari HTR,HKm,HD dan kemitraan kehutanan] juga tidak mendapat

dukungan sepenuhnya dari masyarakat terdampak pengukuhan kawasan hutan dan penatagunaan

pemanfaatan kawasan hutan.

 

 

Hal demikian ditemukan fakta-fakta lapangan oleh komisi III DPRD

Propinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2021 di areal kerja pemanfaatan kawasan hutan, seperti

yang terjadi di areal kerja salah satu pemegang perizinan IUPHHK HTI yang beralamatkan di desa Lampur

Kabupaten Bangka Tengah terjadi penolakan dari masyarakat terdampak sehingga hanya mampu

memanfaatkan kawasan hutan berkisar kurang lebih 04 hektar dari keseluruhan luas 26 rbuan hektar

perizinan IUPHHK-HTI, [sumber berita online okeyboz.com 2021 07/07, Komisi iii DPRD BABEL: Izin PT.

Agrindo Persada Lestari perlu ditinjau kembali oleh kementerian karena sebelumnya telah terdapat

masjid, sekolah, jalan, pemakaman dan kebun masyarakat].

 

 

Berkaitan dengan review/revisi RTRWD/P di BABEL tahun 2022/2023, maka peluang usulan perubahan

peruntukan kawasan hutan negara yang dicadangkan untuk akses pemanfataan hutan melalui

perhutanan sosial [HTR/HKm/HD] yang tidak produktif selain tidak didukung kondisi fisiknya juga

masyarakat dan tidak terdapat okupasi/tenurial di dalam kawasan non hutan dan fungsi kawasan hutan

dan termasuk usulan penunjukan kawasan hutan terutama di lahan terbuka [eks penambangan ilegal di

Propinsi Kepulauan Bangka Belitung cukup terbuka lebar [ditunjuk] sebagai kawasan hutan merupakan

salah satu strategi untuk memenuhi kecukupan luas penutupan hutan dengan konsekuensinya

budgeting yang cukup besar selain didukung tumbuh-hidupnya secara alami berupa rumput/semaksemak

diatas lahan/hutan non produktif.

 

Berdasarkan data dan informasi terdapat luas kawasan hutan

BABEL berkisar 40,3 persen yang berarti telah melebihi kecukupan luas kawasan hutan minimal 30

persen tidak dapat diusulkan perubahan peruntukan kawasan hutan sehingga menjadi modal utama

Propinsi Kepulauan Bangka Belitung melakukan upaya penataan kawasan hutan dalam rangka

mendapatkan hasil pengukuhan kawasan hutan yang berkualitas, objektif dan akuntabel dengan

melibatkan partisipasi masyarakat terdampak kebijakan dengan tujuan utama dapat diterima oleh

masyarakat BABEL sesuai dengan amanah keputusan MK nomor 45 tahun 2011 untuk menjamin adanya

pengakuan masyarakat terhadap hasil pengukuhan kawasan hutan dan penatagunaan kawasan hutan

sesuai dengan fungsi pokoknya dengan melakukan Peninjauan Kembali [REVIEW] keputusan keputusan

yang telah diterbitkan KLHK.

 

Koba, 10 November 2022

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *