Oleh: Ranita
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung
OKEYBOZ..COM, PANGKALPINANG -Indonesia sebagai negara hukum begitu kompleks permasalahan kriminalitas hingga tak luput dari cerita tragis tentang nasib anak-anak bangsa. Anak-anak yang diharapkan akan menjadi generasi penerus bangsa, namun karena berbagai tekanan hidup, mereka terjebak hingga melakukan hal-hal yang melanggar norma hukum. Miris, menjadi sebuah tanda tanya besar untuk Indonesia. Lazimnya, ditengah-tengah masyarakat anak yang melanggar norma hukum dikenal dengan sebutan ‘anak nakal’, bahkan sebutan tersebut seakan-akan menjadi hal yang normal dikehidupan masyarakat. Dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Anak istilah ‘anak nakal’ digantikan ‘anak yang berhadapan dengan hukum’. Anak yang berhadapan (berkonflik) dengan Hukum (ABH) adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
Ketika hukum pidana dijadikan sebagai sarana pembalasan semata, jika seorang anak berhadapan dengan hukum, anakakan menghadapi kekuasaan publik yang memiliki kewenangan berupa upaya paksa yang membatasi bahkan merampas sejumlah hak anak demi menjaga ketertiban umum. Pembatasan dan perampasan hak anak, berdampak pada perkembangan anak, termasuk anak kehilangan masa kecilnya untuk bermain bersama teman-teman sebaya, kehilangan waktu bersama orangtua, kehilangan akses terhadap kebutuhan kesehatan baik secara fisik maupun mental.Generasi muda saat ini kelak akan menjamin keberlangsungan hidup bangsa di masa yang akan datang. Oleh karena itu, anak sejatinya merupakan investasi, potensi, dan generasi penerus bangsa. Tumbuh dan berkembang dengan optimal merupakan hak anak, maka dari itu perlu diberikan kesempatan yang sebesar-besarnya untuk mengoptimalkan kemampuannya agar fisik, mental, maupun sosial dapat berkembang sesuai tahapan perkembangannya.
Bagi negara berkembang seperti Indonesia, masalah kenakalan remaja, pola asuh yang salah menjadi problematika yang banyak dihadapi keluarga masa kini. Beberapa faktor yang diabaikan justru menjadi faktor yang umum dan saling terkait. Salah satu faktor adalah kurangnya perhatian dan pengawasan dari orang tua.
Miris, baru-baru ini menjadi sorotan publik, pada Selasa (14/03/2023) tepat jam 23.00 Wib, terungkap pelaku pembunuhan mutilasi yang terjadi pada Hafiza yang berusia 8 tahun di Desa Ibul, Kecamatan Simpang Teritip, Kabupaten Bangka Barat ternyata menyayat hati, pelaku pembunuhan tersebut adalah anak berusia 17 tahun berinisial AC yang sedang menduduki bangku sekolah menengah. Diketahui bahwa moitif pelaku melakukan pembunuhan terhadap Hafiza dikarenakan pelaku belajar dari media sosial dan browsing di internet bagaimana cara menculik dan meminta uang tebusan. Hingga pelaku melakukan perbuatan sadis terhadap anak kecil berusia 8 tahun tersebut hingga organ dalam tubuhnya diambil. Kasus semacam ini justru menjadi tanda tanya terhadap orang tua dan pendidik, bahkan anak yang dikatakan ‘terpelajar’ saja memiliki niatan keji melakukan pembuhan sadis, bagaimana dengan anak-anak gelandangan diluar sana. Sungguh menyayat hati melihat anak-anak bangsa sebagai generasi emas pembangunan nasional di tanah air ini.