Namun, pada pokoknya meski usia 17 tahun dapat dipidana sebagaimana UUSPA dapat dipidana adalah setelah usia 12 tahun dan dibawah usia 18 tahun. Pasal 81 ayat (2) yang berbunyi “Pidana penjarayang dapat dijatuhkan kepada anak paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa”. Dikarenakan pelaku adalah seorang anak yang diketahui masih dibawah umur, dan pelaku juga belum pernah dihukum. Apabila muncul dalam fakta persidangan anak benar melakukan pembunuhan maka hukuman yang diterima anak 1/2 dari hukuman orang dewasa atau hanya berkisar 10 tahun dari lama maksimal waktu pidana penjara 20 tahun.
Refleksi Kritis Anak Pelaku Tindak Pidana
Problematika anak menjadi pelaku pembunuhan diusia belasan ini bukan hanya menjadi tanggung jawab orang tua dan keluarga, namun juga tantangan besar bagi lembaga pendidikan.Menjadi suatu yang memprihatinkan dan bahan refleksi bersama khususnya bagi orang tua untuk mengajarkan budi pekerti mengenai nilai-nilai norma dalam kehidupan bermasyaakat. Terlebih, nilai norma agama menjadi kunci peradaban generasi bangsa.
Pada 26 Januari 1990, Indonesia menjadi salah satu negara yang ikut menandatangani Konvensi Hak Anak. Kemudian mengesahkan Konvensi Hak Anak sebagai aturan hukum positif meratifikasinya pada 5 September 1990 melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Peran orang tua telah diuraikan dalam pasal 18 ayat (1) Konvensi Hak Anak “negara-negara peserta akan berusaha sebaik-baiknya untuk menjamin pengakuan atas prinsip bahwa orang tua mempunyai tanggung jawab bersama membesarkan dan membina anak. Para orang tua atau demikian halnya, para wali, memikul tanggung jawab utama untuk membesarkan dan membina anak. Kepentingan terbaik dari anak-anak akan merupakan kepentingan utama mereka”.
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam keluarga. Pada umumnya pendidikan dalam rumah tangga itu bukan berpangkal tolak dari kesadaran dan pengertian yang lahir dari pengetahuan mendidik, melainkan karena secara kodrati suasana dan strukturnya memberikan kemungkinan alami membangun situasi pendidikan.
Disamping peran aktif orang tua, negara juga memiliki tanggung jawab yang tidak kalah penting. Negara memiliki instrumen lembaga-lembaga untuk menyediakan penyuluhan bagi anak-anak disegala lini pendidikan baik tingkat dasar sampai tingkat atas mengenai bahaya konkret dari suatu perbuatan tindak pidana. Diharapkan lembaga yang melaksanakan kegiatan tersebut bisa mengeksplor ilmu pengetahuan kepada anak agar ilmu yang didapatkan mudah dipahami. Sehingga peran negara berhasil meminimalkan penanggulangan kejahatan melalui jalur penal yang bersifat represif (pemberantasan/penumpasan) sesudah kejahatan terjadi. Oleh karenanya, di masa depan diharapkan generasi-generasi emas dilahirkan dari peran lembaga pendidikan, terutama pendidik dalam menyalurkan segala ilmu yang sesuai dengan norma-norma yang hidup didalam masyarakat, termasuk ajaran norma agama.