bullying juga tidak hanya terjadi dilingkungan pendidikan saja namun fokus saat ini bullying yang terjadi di sekolah.
Bullying di sekolah merupakan fenomena sosial yang kompleks dan perlu dipahami dari sudut pandang sosiologis untuk mengidentifikasi akar masalahnya serta merumuskan solusi yang efektif.
Aspek sosiologis memberikan wawasan tentang bagaimana interaksi sosial, struktur kekuasaan, dan dinamika kelompok dapat mempengaruhi terjadinya bullying.
Sekolah seharusnya menjadi tempat di mana anak-anak dapat tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang aman dan mendukung.
Namun, kenyataannya tidak selalu demikian. Bullying, sebagai fenomena yang melibatkan perlakuan tidak adil dan pelecehan terhadap individu oleh individu lain, sering kali menemukan tempatnya di koridor-koridor sekolah. Ini adalah masalah serius yang harus dihadapi bersama oleh semua pihak terkait.
Sekolah memiliki budaya dan dinamika sosialnya sendiri. Bagaimana interaksi antara siswa diorganisir, bagaimana norma-norma perilaku berkembang, dan bagaimana kekuatan dan hierarki sosial diakui atau diperjuangkan- semuanya memainkan peran dalam menciptakan atau mencegah bullying.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menyadari peran budaya sekolah dalam membentuk perilaku sosial. Guru dan staf sekolah memiliki peran kunci dalam mencegah dan mengatasi bullying. Mereka bukan hanya pendidik, tetapi juga pemimpin dan pengayom bagi siswa. Melibatkan guru secara aktif dalam mendeteksi dan menanggapi kasus bullying, serta memberikan pelatihan yang efektif, adalah langkah yang krusial.
Orang tua dan masyarakat juga memiliki peran dalam mengatasi bullying di sekolah. Menciptakan kesadaran di kalangan orang tua tentang tanda-tanda bullying, serta menggalang dukungan komunitas untuk mengambil tindakan kolektif, dapat memperkuat upaya pencegahan.
Bullying di sekolah termasuk ke dalam kekerasan simbolik di dalam pendidikan seperti konsep yang di konsepkan oleh Pierre Bourdieu, seorang sosiolog Prancis.