Sementara itu, WALHI juga menyoroti bahwa proses perizinan PT Timah dalam memperoleh dokumen rencana penambangan di perairan Batu Beriga dinilai minim melibatkan masyarakat yang akan terdampak langsung. Protes ilmiah yang didasarkan pada studi lingkungan, serta aspirasi mayoritas masyarakat, tampaknya tidak diindahkan oleh PT Timah Tbk. “Aksi ini menandai bahwa proses PT Timah dalam mendapatkan dokumen rencana penambangan ini menihilkan peran masyarakat. Apalagi, setelah datang ke depan PT Timah, masyarakat tetap diabaikan,” imbuh Hafiz.
Kekecewaan mendalam juga disuarakan oleh Siti, seorang perwakilan perempuan nelayan dari Batu Beriga, yang bersama warga lainnya telah menempuh perjalanan jauh dari kampung menuju Pangkalpinang. Siti menekankan bahwa keberadaan tambang di perairan Batu Beriga mengancam ruang hidup mereka sebagai nelayan, yang menggantungkan hidupnya pada kelestarian laut. “Kami telah melakukan perjalanan jauh dari kampung menuju Pangkalpinang karena ruang hidup kami terancam akibat rencana aktivitas tambang di laut Batu Beriga,” ujar Siti.
Kedatangan mereka di depan kantor PT Timah Tbk, sayangnya, hanya disambut dengan pagar kantor dan petugas kepolisian, tanpa ada perwakilan dari PT Timah yang bersedia mendengar aspirasi mereka. “PT Timah terus menyakiti hati masyarakat. Kedatangan kami tidak dianggap oleh mereka. Kami dihadapkan dengan pagar kantor dan kepolisian, ini sangat mengecewakan,” tutup Siti.