Kapal Isap Produksi (KIP) Bintang Samudra 275 Diusir Warga Sungailiat: Warga Kecewa Operasi Terlalu Dekat Pantai dan Ketidakadilan dalam Pekerjaan

Bagikan

Ambo Nai, salah satu tokoh masyarakat yang turut dalam aksi tersebut, menyuarakan hal serupa. Ia menyatakan bahwa KIP beroperasi dalam jarak yang tidak aman dari pantai, yakni hanya beberapa ratus meter dari bibir pantai, sehingga memicu keresahan di kalangan warga.

“KIP beroperasi sangat dekat, hanya berjarak ratusan meter dari pantai. Dahulu, ketika warga hendak bekerja menggunakan PIP (Ponton Isap Produksi), mereka tidak diizinkan. Kenapa sekarang KIP bisa bekerja dengan leluasa?” tambah Ambo Nai dengan nada mengkritik.

Operasi KIP di wilayah pesisir seperti Sungailiat telah menjadi isu sensitif, terutama karena dampaknya terhadap lingkungan pesisir dan kehidupan nelayan. Kapal-kapal isap produksi sering kali menimbulkan sedimentasi dan perubahan ekosistem laut yang mempengaruhi hasil tangkapan ikan nelayan setempat. Selain itu, perairan yang dipakai untuk pariwisata, seperti di sekitar objek wisata Tongachi, juga berpotensi terganggu.

Konflik yang terjadi di Sungailiat ini tidak hanya mencerminkan ketegangan antara warga dan pelaku industri pertambangan, tetapi juga memperlihatkan pentingnya keadilan dalam distribusi pekerjaan di daerah yang terdampak operasi pertambangan. Warga setempat menuntut transparansi dan hak untuk bekerja di wilayah yang selama ini mereka diandalkan sebagai sumber mata pencaharian.

Sampai berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak PT. Timah terkait tuntutan warga. Namun, warga dan nelayan Lingkungan Nelayan 2 Sungailiat berharap aksi ini dapat memicu perubahan kebijakan yang lebih adil serta perlindungan yang lebih baik terhadap lingkungan pesisir mereka. (OB)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *